Nama : Restu Rachmawati
Npm : 17513443
Kelas : 3PA16
Hubungan
Interpersonal, Cinta dan Pernikahan
1.
Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal adalah dimana ketika kita
berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga
menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita
tidak hanya menentukan content melainkan juga
menentukan relationship.
Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat
menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk
mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi
dirinya; sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.
a. Model-model Hubungan Interpersonal
Ada 4 model hubungan interpersonal yaitu :
1. Model Pertukaran Sosial (social exchange model)
Hubungan interpersonal disamakan dengan suatu
transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi
kebutuhannya. Dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat
positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil atau laba (ganjaran dikurangi
biaya).
2. Model Peranan (role model)
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung
sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat
masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi
peranan (role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki
keterampilan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan. Tuntutan peranan
adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu
keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
3. Model Permainan (games people play model)
Model permainan menggunakan pendekatan analisis
transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu
terlibat dalam bermacam permainan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi
dalam 3 bagian :
– Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang
merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap
sebagi orang tua).
– Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang
mengolah informasi secara rasional).
– Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari
perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi,
spontanitas, kreativitas dan kesenangan).
4. Model Interaksional (interacsional model)
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai
suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan.
Model ini menggabungkan model pertukaran, peranan, dan permainan.
b. Memulai Hubungan
Adapun tahap-tahap dalam hubungan interpersonal
yakni meliputi :
1. Pembentukan.
tahap ini sering disebut juga dengan tahap
perkenalan. beberapa peneliti telah menemukan hal-hal
menarik dari proses perkenalan. fase pertama, “fase kontak yang permulaan”,
ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi
kawannya. masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan
nilai pihak yang lain. bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan
proses mengungkapkan diri. pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data
demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
menurut charles r. berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan
pada tujuh kategori, yaitu :
a. informasi demografis
b. sikap dan pendapat (tentang orang atau objek).
c. rencana yang akan datang.
d. kepribadian.
e. perilaku pada masa lalu.
f. orang lain.
g. hobi dan minat.
2. Peneguhan Hubungan.
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis,
tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal,
diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada
empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu :
a. Keakraban. Pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang
antara komunikan dan komunikator.
b. Kontrol. Kesepakatan antara kedua belah pihak
yang melakukan komunikasi dan menentukan siapakah yang lebih dominan didalam
komunikasi tersebut.
c. Respon yang tepat. Feedback atau umpan balik yang
akan diterima tidak boleh membuat komunikator salah memberikan informasi
sehingga komunikan tidak mampu memberikan feedback yang tepat.
d. Nada emosional yang tepat. Keserasian suasana
emosi saat komunikasi sedang berlangsung.
c. Hubungan Peran
Dalam suatu hubungan juga perlu adanya companionate
love, passionate love dan intimacy love. Karena apabila kurang salah satu saja
di dalam suatu hubungan atau mungkin hanya salah satu di antara ketiganya itu
di dalam suatu hubungan maka yang akan terjadi adalah hubungan tersebut tidak
akan berjalan dengan langgeng atau awet, justru sebaliknya setiap pasangan
tidak merasakan kenyamanan dari pasangannya tersebut sehingga yang terjadi
adalah hubungan tersebut bubar dan tidak akan ada lagi harapan untuk membangun
hubungan yang harmonis dan langgeng.
d.
Intimasi dan Hubungan Pribadi
Intimasi dapat diartikan sebagai kedekatan atau
keakraban dengan orang lain. Intimasi dalam pengertian yang lebih luas telah
banyak dikemukan oleh para ahli, yaitu :
1. Shadily dan Echols (1990) mengartikan intimasi
sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan oleh saling percaya dan
kekeluargaan. Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk
tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya
terhadap orang lain. Kemudian, Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu
hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari
oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing
yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan
aktivitas yang sama.
2. Intimasi menurut Levinger & Snoek (Brernstein
dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan yang berkembang dari suatu hubungan
yang bersifat timbal balik antara dua individu. Keduanya saling berbagi
pengalaman dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang berkaitan dengan
fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling mereka, tetapi lebih bersifat
pribadi seperti berbagi pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan,
tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk perasaan atau
keinginan untuk menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertangung jawab terhadap
hal-hal tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
3. Atwater (1983) mengemukakan bahwa intimasi
mengarah pada suatu hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara
dua orang yang diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada
keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan
mereka yang terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh
makna untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat
ikatan yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi
dan membuka diri, saling menerima dan menghormati,serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk,2001).
4. Proses intimasi perlu untuk memasukkan unsur
perasaan bersatu dengan orang lain. Kebutuhan untuk bersatu dengan orang lain merupakan
pendorong yang sangat kuat bagi individu untuk membentuk suatu hubungan yang
kuat, stabil, dekat dan terpelihara dengan baik (Papalia dkk, 2001). Kedekatan
perasaan seperti ini dapat menimbulkan suatu hubungan yang erat dimana hubungan
ini sebagai lambang dari empati (Parrot dan Parrot, 1999).
e. Intimasi dan Pertumbuhan
Apapun alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh
dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh
jika tidak ada cinta. Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita
sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri
sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita.
Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan
demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita. Keinginan setiap
pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati,
dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi
tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan
dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk
bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena :
1.Kita tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri
kita secara utuh.
2. Kita tidak menyadari bahwa hubungan pacaran
adalah persiapan memasuki pernikahan.
3. Kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang
yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia.
4. Kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian
tertutup.
5. Kita memulai pacaran bukan dengan cinta yang
tulus.
2.
Cinta dan Perkawinan
Cinta
Dari hubungan interpersonal dengan berbagai faktor
yang dikemukakan diatas, jika terjadi hubungan yang berkelanjutan maka akan
terjadi/terjalin hubungan interpersonal lanjutan yakni cinta. Cinta Menurut
Izard (Strongman, 1998) dapat mendatangkan segala jenis emosi, baik yang
menyenangkan maupun yang menyakitkan sebagai proses lanjutan dari hubungan
interpersonal yang terjalin antara dua orang manusia berlawanan jenis.
Stenberg mengemukakan bahwa cinta memiliki tiga
dimensi, yaitu hasrat, keintiman, dan komitmen.
Hasrat, dalam
dimensi hasrat menekankan pada intensnya perasaan serta perassan yang muncul
dari daya tarik fisik dan daya tarik seksual. Pada jenis cinta ini, seseorang
mengalami ketertarikan fisik secara nyata, selalu memikirkan orang yang
dicintainya sepanjang waktu, merasa sangat bahagia dan lain-lain.
Keintiman,
dimensi ini tertuju pada kedekatan perasaan antara dua orang dan kekuatan yang
mengikat mereka untuk bersama.
Komitmen/keputusan,
dimensi komitmen dimana seseorang berkeputusan untuk tetap bersama dengan
seorang pasangan dalam hidupnya.
Pernikahan
Dalam proses hubungan interpersonal yang lanjut dengan adanya cinta untuk mencapai pernikahan bisanya dimensi cinta dihasilkan dari cinta yang berdimensi komitmen/keputusan. Pasangan memiliki hasrat untuk membagi dirinya dalam hubungan yang berlanjut dan hangat. Pernikahan adalah sebuah komitmen yang serius antarpasangan dan biasanya dengan mengadakan pesta pernikahan, berarti secara sosial diakui bahwa saat itu pasangan telah resmi menjadi suami istri. Duvall dan miller (1985) menjelaskan bahwa pernikahan adalah hubungan pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang ditujukan untuk melegalkan hubungan seksual, melegitimasi membesarkan anak, dan membangun pembagian peran di antara sesama pasangan.
Faktor-faktor yang mendukung kepuasan pernikahan adalah adanya komunikasi yang terbuka, ekspresi perasaan secara terbuka, saling percaya, tidak adanya dominasi pasangan, hubungan seksual yang memuaskan, kehidupan sosial, tempat tinggal, penghasilan yang cukup, anak, keyakinan beragama dan hubungan dengan mertua/ipar (Latifah, 2005).
Dalam proses hubungan interpersonal yang lanjut dengan adanya cinta untuk mencapai pernikahan bisanya dimensi cinta dihasilkan dari cinta yang berdimensi komitmen/keputusan. Pasangan memiliki hasrat untuk membagi dirinya dalam hubungan yang berlanjut dan hangat. Pernikahan adalah sebuah komitmen yang serius antarpasangan dan biasanya dengan mengadakan pesta pernikahan, berarti secara sosial diakui bahwa saat itu pasangan telah resmi menjadi suami istri. Duvall dan miller (1985) menjelaskan bahwa pernikahan adalah hubungan pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang ditujukan untuk melegalkan hubungan seksual, melegitimasi membesarkan anak, dan membangun pembagian peran di antara sesama pasangan.
Faktor-faktor yang mendukung kepuasan pernikahan adalah adanya komunikasi yang terbuka, ekspresi perasaan secara terbuka, saling percaya, tidak adanya dominasi pasangan, hubungan seksual yang memuaskan, kehidupan sosial, tempat tinggal, penghasilan yang cukup, anak, keyakinan beragama dan hubungan dengan mertua/ipar (Latifah, 2005).
a. Memilih Pasangan
Banyak orang yang pikirannya terlalu pendek dalam
hal memilih pasangan sehingga gagal dalam pernikahannya. Prinsipnya adalah jika
hanya berpedoman pada hal-hal yang sifatnya duniawi (kecantikan atau ketampanan
dan kekayaan) maka akan sangat sulit dalam menjalani hari-hari berumah tangga
nantinya. Karena semua itu hanya bersifat sementara dan sangat mudah berubah.
Jika jatuh cinta hanya karena melihat dari segi kecantikan atau ketampanan dan
kekayaan, maka cinta tersebut akan sangat mudah berkurang bahkan hilang. Jika
memang cinta pada seseorang maka lahirlah ketampanan atau kecantikan, bukan
sebaliknya. Masalah fisik, banyak yang berkata bahwa wanita cantik hanya pantas
untuk laki-laki tampan, begitu pula sebaliknya. Dan apa yang terjadi ketika
teman kita yang mungkin tak begitu cantik mendapatkan suami yang tampan dan
juga kaya, maka kita biasanya akan protes. Kita merasa bahwa dirinya tak pantas
dan kitalah yang lebih pantas. Dalam memilih pasangan hidup, baik bagi
laki-laki maupun perempuan keduanya memiliki hak untuk memilih yang paling
tepat sebagai pasangannya. Maka dari itu harus benar-benar diperhitungkan
ketika memilih pasangan yang baik.
b. Hubungan dalam Perkawinan
1. Romantic Love
Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan
gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan. Anda
dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam
situasi romantis dan penuh cinta.
2. Dissapointment or Distress
Di tahap ini pasangan suami istri kerap saling
menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau
lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami
hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin
hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal
lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn
tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan
lagi terhadap hubungan dengan pasangannya. Banyak pasangan di tahap ini memilih
berpisah dengan pasangannya.
3. Knowledge and Awareness
Pasangan suami istri yang sampai pada tahap ini akan
lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan ini juga sibuk
menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi.
Pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk meminta kiat-kiat
kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti
seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.
4. Transformation
Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku
yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan
yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah
pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan
yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan,
empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan
tentram.
5. Real Love
“Anda berdua akan kembali dipenuhi dengan keceriaan,
kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn.
Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami
istri seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami
dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang
menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua
memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan
sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
c. Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam
Perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan
sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan
bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan
pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti
diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan,
sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait
dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya
hubungan antarkeluarga kedua pihak. Relasi yang diharapkan dalam sebuah
perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan
kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat
menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit
mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis. Pada dasarnya, diperlukan
penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri
dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah,
berarti kita belum melakukan penyesuaian. Banyak yang bilang pertengkaran
adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya,
tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan
terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.
d. Perceraian dan Pernikahan Kembali
Apa yang akan mempengaruhi seseorang untuk menikah
setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda yang menikah
lagi karena tidak memiliki anak dari pernikahan sebelumnya. Faktor pendidikan,
pendapatan dan sosial juga bisa menjadi penyebab seseorang untuk menikah lagi.
Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik yang tinggi terhadap hal-hal
yang baru. Semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode
tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang
sekarang menjadi pasangan karena ketampanan, kelembutan dan tanggung jawabnya.
Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat
manusia. Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan
jika sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada kalanya,
hal-hal yang sama, yang terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh dalam
pernikahan.
e. Alternatif selain Pernikahan
Ada beberapa orang yang memutuskan untuk tidak
memiliki pasangan. Mungkin mereka beranggapan bahwa ketika kehidupan itu kita
jalani dengan pasangan akan terasa sulit karena menemukan berbagai persoalan
yang nantinya kemungkinan bisa saja kita hadapi. Pertunangan merupakan
alternatif lain. Melajang adalah salah satu alternatif untuk tidak menikah.
Melajang adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang
menikmati hidupnya. Akan tetapi hakikatnya menikah itu adalah ibadah. Hidup
akan lebih indah melalui segala bentuk kehidupan bersama pasangan. Seseorang
yang memutuskan untuk sendiri (single life) bisa saja disebabkan karena
traumatik tersendiri yang pernah mereka rasakan sehingga membuatnya untuk tidak
berani lagi memulai hidup secara bersama. Pengalaman memang berperan penting dalam
kelangsungan hidup seseorang. Pernikahan bisa mengubahnya menjadi lebih
kuat namun tidak sedikit yang lemah karenanya. Membuat seseorang takut memulai,
namun juga menimbulkan arti yang mendalam. “Pernikahan yang sukses adalah
seperti tenunan dalam beludru kehidupan praktis. Seperti nada harmoni yang
dipetik hubungan realistis. Dan pernikahan yang sukses adalah hasil gabungan
cinta, penghormatan, kesetiaan, dan sikap saling mendukung”.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar