Kamis, 17 Desember 2015

motivasi dan job enrichment ( soft skill)

NAMA : RESTU RACHMAWATI
KELAS : 3PA16
NPM : 17513443
A.Motivasi
- defisini motivasi
Motivasi dapat diertikan sebagai faktor pendorong yang berasal dalam diri manusia, yang akan mempengaruhi cara bertindak seseorang. Dengan demikian, motivasi kerja akan berpengaruh terhadap performansi pekerja.
Menurut Hilgard dan Atkinson, tidaklah mudah untuk menjelaskan motifasi sebab :
1. Pernyataan motif antar orang adalah tidak sama, budaya yang berbeda akan menghasilkan ekspresi motif yang berbeda pula.
2. Motif yang tidak sama dapat diwujudkan dalam berbagai prilaku yang tidak sama.
3. Motif yang tidak sama dapat diekspresikan melalui prilaku yang sama.
4. Motif dapat muncul dalam bentuk-bentuk prilaku yang sulit dijelaskan
5. Suatu ekspresi prilaku dapat muncul sebagai perwujudan dari berbagai motif.
Berikut ini dikemukakan huraian mengenai motif yang ada pada manusia sebagai factor pendorong dari prilaku manusia.
• Motif Kekuasaan
Merupakan kebutuhan manusia untuk memanipulasi manusia lain melalui keunggulan-keunggulan yang dimilikinya. Clelland menyimpulkan bahwa motif kekuasaan dapat berfifat negatif atau positif. Motif kekuasaan yang bersifat negatif berkaitan dengan kekuasaan seseorang. Sedangkan motif kekuasaan yang bersifat positif berkaitan dengan kekuasaan social (power yang dipergunakan untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan kelompok).
• Motif Berprestasi
Merupakan keinginan atau kehendak untuk menyelesaikan suatu tugas secara sempurna, atau sukses didalam situasi persaingan (Chelland). Menurut dia, setiap orang mempunyai kadar n Ach (needs for achievement) yang berlainan. Karakteristik seseorang yang mempunyai kadar n Ach yang tinggi (high achiever) adalah :
1. Risiko moderat (Moderate Risks) adalah memilih suatu resiko secara moderat
2. Umpan balik segera (Immediate Feedback) adalah cenderung memilih tugas yang segera dapat memberikan umpan balik mengenai kemajuan yang telah dicapai dalam mewujudkan tujuan, cenderung memilih tugas-tugas yang mempunyai criteria performansi yang spesifik.
3. Kesempurnaan (accomplishment) adalah senang dalam pekerjaan yang dapat memberikan kepuasaan pada dirinya.
4. Pemilihan tugas adalah menyelesaikan pekerjaan yang telah di pilih secara tuntas dengan usaha maiksimum sesuai dengan kemampuannya
• Motif Untuk Bergabung
Menurut Schachter motif untuk bergabung dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk berada bersama orang lain. Kesimpulan ini diperoleh oleh Schachter dari studinya yang mempelajari hubungan antara rasa takut dengan kebutuhan berafiliansi.
• Motif Keamanan (Security Motive)
Merupakan kebutuhan untuk melindungi diri dari hambatan atau gangguan yang akan mengancam keberadaannya. Di dalam sebuah perusahaan misalnya, salah satu cara untuk menjaga agar para karyawan merasa aman di hari tuanya kelak, adalah dengan memberikan jaminan hari tua, pesangon, asuransi, dan sebagainya.
• Motif Status (Status Motive)
Merupakan kebutuhan manusia untuk mencapai atau menduduki tingkatan tertentu di dalam sebuah kelompok, organisasi atau masyarakat. Parsons, seorang ahli sosiologi menyimpulkan adanya beberapa sumber status seseorang yaitu :
1. Keanggotaan di dalam sebuah keluarga. Misalnya, seorang anggota keluarga yang memperoleh status yang tinggi oleh karena keluarga tersebut mempunyai status yang tinggi di lingkungannya.
2. kualitas perseorangan yang termasuk dalam kualitas perseorangan antara lain karakteristik fisik, usia, jenis kelamin, kepribadian.
3. Prestasi yang dicapai oleh seseorang dapat mempengaruhi statusnya. Misalnya, pekerja yang berpendidikan, berpengalaman, mempunyai gelar, dsb.
4. Aspek materi dapat mempengaruhi status seseorang di dalam lingkungannya. Misalnya, jumlah kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
5. Kekuasaan dan kekuatan (Autoriry and Power). Dalam suatu organisasi, individu yang memiliki kekuasaan atau kewenangan yang formal akan memperoleh status yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu-individu yang ada di bawahnya.

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).

1. Pengertian Motivasi Kerja
Menurut arti katanya, motivasi atau motivation berarti motif, penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan. Dalam kamus administrasi, Drs. The Liang Gie CS, memberikan perumusan akan motivating atau pendorong kegiatan sebagai berikut: “pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer dalam memberikan insprasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya untuk mengambil tindakan-tindakan. Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan ornag-orang atau karyawan agar mereka besemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki dari ornag-orang tersebut.

Di bawah ini tercantum beberapa definisi atau pengertian motivasi kerja dari sejumlah penulis sebagai berikut:
• George R. Terry berpendapat “motivasi kerja adalah suatu keinginan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertindak sesuatu”.
• Dr. Sondan P. Siagian, MPA berpendapat bahwa: “Motivasi kerja merupakan keseluruhan proses pemberian motivasi berkerja para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis.
• Wahjosumadjo menyatakan, “motivasi kerja merupakan suatu prsoses psikologis yang mencerminkan interaski antara sikap kebutuhan persepsi dan kepuasan yang terjadi pada diri seseorang.
• G. Terry mengemukakan bahwa “Motivasi diartikan sebagai mengusahakan supaya seseorang dapat menyelesaikan mempekerjaan dengan semangat karena ia ingin melaksanakannya”.
• M. Manullang memberikan pengertian motivasi sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan. Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan orang-orang karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki dari orang-orang tersebut.


- TEORI DRIVE (TEORI REINFORCEMENT )
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2. Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif malar adalah mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap hari disambut dengan hangat oleh manajer.

- Teori harapan
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229)
Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan 2001:165).
Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjdadi malas.
Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu
1. harapan (expentancy)
2. nilai (Valence)
3. pertautan (Inatrumentality)
• Harapan (expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku .Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian
• Nilai (Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu
• Pertautan (Inatrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua.
Teori ini termasuk kedalam Teori – Teori Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka.. Salah satu teori harapan yang terkait dengan kerja dikemukakan oleh George Poulus, Mathoney dan Jones (1957) yang mengacu pada Path-Goal Theory. Mereka mengemukakan bahwa para pekerja akan cenderung menjadi produktif apabila mereka memandang produktivitas yang tinggi itu sebagai satu cara atau lebih pada tujuan pribadi.
Sebaliknya, kinerja yang rendah hanyalah satu jalan menuju tujuan pribadi. Misalnya produktivitas yang tinggi akan lebihcepat atau mudah untuk terpenuhinya tujuan pribadi daripada pekerja yang hasilnya terbatas atau lebih rendah. Dengan menggunakan pendekatan”jalan ke arah tujuan (path-goal)” ini, Vroom (1976) menyarankan suatu teori motivasi kerjayang dikenal dengan singkatan VIE – Valensi/kemampuan (valence), sarana (Instrumentality), dan harapan (Expectancy). Pada kesempatan ini yang dibahas yaitu mengenai Teori Harapan (Expectancy Theory). Nadler & Lawler menyatakan bahwa terlepas dari teori VIE sebagaimana yang diutarakan para ahli lainnya, namun ternyata teori VIE menerima terlalu banyak dukungan empiis karena nilainya yang positif bagi organisasi. Secar khusus, teori ini memberikan beberapa implikasi yang jelas dan positif bagi manajer, dimana manajer hendaknya memperhatikan petunjuk sebagai berikut:

Menentukan mana penghargaan yang lebih penting para pegawai. Misalnya, kebanyakan manajer seringkali memandang bahwa pemberian gaji dan tunjangan yang tinggi sangat diinginkan pegawai, namun setelah dilakukan pnlitian dia terkejut karena hasilnya justru menunjukkan bahwa hal tersebut tidak terbukti. Demikian perlu dicatat bahwa keinginan para pegawai berbeda – beda,dan oleh karena itu mereka tidak memberikan respon dengan cara yang sama terhadap sistem insentif perusahaan.
Mendefinisikan kinerja yang baik dengan menetapkan secara benar standar kuantitas dan kualitas kerja yang terukur. Memastikan bahwa tujuan kinerja bersifat realistik, apabila pegawai tidak mencapai tujuan kinerja yang diharapkan, maka motivasi untuk bekerja pun menjadi rendah. Pegawai harus merasakan bahwa penghargaan yang diterima terasa adil. Tetapi sistem motivasi yang berdasarkan pada equity (keadilan) jangan dikacaukan dengan sistem yang berdasarkan equality (kesamaan), dimana seluruh pegawai diberikan dengan penghargaan yang sama dengan mengabaikan kualitas kerja dan hasil kerja masing – masing individu. Mengingat ada beberapa organisasi yang memiliki aturan kerja yang kaku dan sistem penghargaan yang mendorong para pekerja untuk mencapai hasil yang setinggi – tingginya, maka para manajer hendaknya merancang sistem penghargaan yang lebih fleksibel dan equitable.

- Teori tujuan
Teori penetapan tujuan atau goal setting theory awalnya dikemukakan oleh Dr. Edwin Locke pada akhir tahun 1960. Lewat publikasi artikelnya ‘Toward a Theory of Task Motivation and Incentives’ tahun 1968, Locke menunjukkan adanya keterkaitan antara tujuan dan kinerja seseorang terhadap tugas.

Dia menemukan bahwa tujuan spesifik dan sulit menyebabkan kinerja tugas lebih baik dari tujuan yang mudah. Beberapa tahun setelah Locke menerbitkan artikelnya, penelitian lain yang dilakukan Dr. Gary Latham, yang mempelajari efek dari penetapan tujuan di tempat kerja.

Penelitiannya mendukung persis apa yang telah dikemukakan oleh Locke mengenai hubungan tak terpisahkan antara penetapan tujuan dan kinerja. Pada tahun 1990, Locke dan Latham menerbitkan karya bersama mereka, ‘A Theory of Goal Setting and Task Performance’.

Dalam buku ini, mereka memperkuat argumen kebutuhan untuk menetapkan tujuan spesifik dan sulit.

- Teori hirarki
Abraham Maslow mengembangkan teori kepribadian yang telah mempengaruhi sejumlah bidang yang berbeda, termasuk pendidikan. Ini pengaruh luas karena sebagian tingginya tingkat kepraktisan’s teori Maslow. Teori ini akurat menggambarkan realitas banyak dari pengalaman pribadi. Banyak orang menemukan bahwa mereka bisa memahami apa kata Maslow. Mereka dapat mengenali beberapa fitur dari pengalaman mereka atau perilaku yang benar dan dapat diidentifikasi tetapi mereka tidak pernah dimasukkan ke dalam kata-kata.
Maslow adalah seorang psikolog humanistik. Humanis tidak percaya bahwa manusia yang mendorong dan ditarik oleh kekuatan mekanik, salah satu dari rangsangan dan bala bantuan (behaviorisme) atau impuls naluriah sadar (psikoanalisis). Humanis berfokus pada potensi. Mereka percaya bahwa manusia berusaha untuk tingkat atas kemampuan. Manusia mencari batas-batas kreativitas, tertinggi mencapai kesadaran dan kebijaksanaan. Ini telah diberi label “berfungsi penuh orang”, “kepribadian sehat”, atau sebagai Maslow menyebut tingkat ini, “orang-aktualisasi diri.”
Maslow telah membuat teori hierarkhi kebutuhan. Semua kebutuhan dasar itu adalah instinctoid, setara dengan naluri pada hewan. Manusia mulai dengan disposisi yang sangat lemah yang kemudian kuno sepenuhnya sebagai orang tumbuh. Bila lingkungan yang benar, orang akan tumbuh lurus dan indah, aktualisasi potensi yang mereka telah mewarisi. Jika lingkungan tidak “benar” (dan kebanyakan tidak ada) mereka tidak akan tumbuh tinggi dan lurus dan indah.

B. Job Enrichment

- Definisi Job Enrichment
Dalam dunia kerja ada yang namanya Job Enrichment dan juga ada Job Enlargement. Pengertian Job Enlargement adalah memberikan tugas dan tanggung jawab lebih besar pada karyawan. Namun ini dalam bentuk kuantitas. Misalnya, seorang tenaga telemarketing, diminta untuk melakukan panggilan lebih banyak lagi. Job Enrichment hampir sama dengan job enlargement. Hanya bedanya, jika job enlargement menambah dalam kuantitas, maka job enrichment menambah pekerjaan dalam hal kualitas, atau kompleksitasnya. Misalnya, seorang teknisi yang biasanya menangani mesin, kemudian ditugaskan untuk menangani mesin baru yang lebih kompleks. 
Job Enrichment memilki keuntungan dan kerugian dalam dunia kerja. Keuntungan dari Job Enrichment apabila diterapkan di dunia kerja yaitu dapat membuat lebih termotivasi untuk bekerja dan memperluas serta memperdalam kualitas dari pekerjaan yang digelutinya itu. Job Enrichment juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi pekerja yaitu pekerja yang telah terstimulasi secara optimal dalam pekerjaannya. Pekerja yang telah optimal seperti ini akan mengalami overstimulasi jika pekerjaannya disertakan dalam program Job Enrichment.
Metode Job Enrichment ini telah digunakan dengan cukup sukses di banyak perusahaan sejak tahun 70-an seperti AT&T dan Western Union di Amerika Serikat, Norsk Hydro di Norwegia, dan Volvo Corporation di Swedia). Program Job Enrichment yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
• Mengelompokkan pekerja dalam tim yang baru
• Meningkatkan keahlian pekerja
• Tetapkan target
• Memberikan umpan balik
Metode yang dierapkan dalam Job Enrichment ini berisi unsur-unsur “Motivator” yang dikemukakan oleh HERZBERG. Program Job Enrichment lebih berhasil jika dikenakan pada pekerja yang tidak takut terhadap tanggung jawab baru dan yang menganggap penting bekerja keras untuk mencapai keberhasilan pribadi dalam lingkungan kerjanya.
Implikasi Job Enrichment terhadap Produktifitas Pekerja
- Efisiensi ditentukan oleh beberapa aspek organisasi kerja dan rancangan pekerjaan (Spesialisasi, penyederhanaan, tata urutan, keseimbangan beban kerja dan mekanisasi)
- Efisiensi akan berkurang pada saat pekerjaan menjadi lebih rumit, kurang terspesialisasi dan kurang mekanis.
- Efisiensi akan meningkat pada saat ada sejumlah pengurangan spesialisasi.

* Efek job enrichment terhadap produktifitas di tentukan, apakah efisiensi meningkat atau berkurang, dan sejauh mana penurunan efisiensi dibarengi dengan kecepatan kerja para karyawan.
* Efektifitas Job Enrichment ditentukan oleh karakteristik para pekerja yang pekerjaannya dirancang kembali.
Pekerjaan yang diperkaya dapat memotivasi secara intrinsik pada pekerja yang memiliki kebutuhan yang kuat terhadap keberhasilan dan kemandirian.

Untuk menepakan Job Enrichment ada 2 teknik dalam penerapannya, yaitu :
- Job Range : Perluasan pekerjaan (rentang pekerjaan) dengan kata lain apabila seorang pekerja yang mempunyai banyak macam pekerjaan maka range pekerjaan juga akan lebih luas lagi. Contoh, dalam sebuah toko bangunan atau yang biasa disebut toko material, kuli bangunan memiliki Job range yang lebih luas karena mempunyai banyak keahlian yang dimilikinya yaitu seperti menyemen, mengecet, memasang genting/genteng, membuat kerangka bangunan dan lain-lain ketimbang dengan penjaga atau pelayan toko material yang hanya melayani pelanggan yang datang ke toko bangunan tersebut.
- Job Depth : Pendalaman pekerjaan. Pendalaman ini bermaksud untuk lebih meguasai ruang lingkup pekerjaan yang digelutinya sehingga menghasilkan kualitas kinerja lebih baik lagi dari sebelumnya. Contoh, Guru di SMP yang mengajar satu atau beberapa dari sejumlah mata pelajaran yang ada di kurikulum berberda dengan guru di sekolah dasar (SD) yang mengajar anak muridnya semua mata pelajaran yang ada di kurikulum. Guru di SMP menunjukkan sebagai bentuk Job depth yang mendalami satu atau beberapa mata pelajaran saja untuk diajarakan kepada muridnya. Misalnya Guru Biologi mendalami ilmu mahluk hidup, Guru Geografi mendalami ilmu Struktur, permukaan dan Isi Bumi , Guru matematika mendalami ilmu perhitungan dan logika.

DAFTAR PUSTAKA
Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-teori-motivasi/
http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-harapan-expectancy/
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/motivasi-teori-proses-dan-penerapan

http://perilakuorganisasi.com/teori-penetapan-tujuan.html

http://belajarpsikologi.com/teori-hierarki-kebutuhan-maslow/

http://hotssports.blogspot.co.id/2009/11/job-enrichment.html?m=1

Senin, 07 Desember 2015

PSI MANAJEMEN HUBUNGAN INTERPERSONAL, CINTA DAN PERNIKAHAN

Nama : Restu Rachmawati
Npm : 17513443
Kelas : 3PA16

Hubungan Interpersonal, Cinta dan Pernikahan
1. Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal adalah dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content melainkan juga menentukan relationship.
Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya; sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.
a.  Model-model Hubungan Interpersonal
Ada 4 model hubungan interpersonal yaitu :
1. Model Pertukaran Sosial (social exchange model)
Hubungan interpersonal disamakan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil atau laba (ganjaran dikurangi biaya).
2. Model Peranan (role model)
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki keterampilan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan. Tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
3. Model Permainan (games people play model)
Model permainan menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permainan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian :
– Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
– Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional).
– Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan).
4. Model Interaksional (interacsional model)
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Model ini menggabungkan model pertukaran, peranan, dan permainan.
b.  Memulai Hubungan
Adapun tahap-tahap dalam hubungan interpersonal yakni meliputi :
1. Pembentukan.
tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya. menurut charles r. berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu :
a. informasi demografis
b. sikap dan pendapat (tentang orang atau objek).
c. rencana yang akan datang.
d. kepribadian.
e. perilaku pada masa lalu.
f. orang lain.
g. hobi dan minat.
2. Peneguhan Hubungan.
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu :
a. Keakraban. Pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang antara komunikan dan komunikator.
b. Kontrol. Kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukan komunikasi dan menentukan siapakah yang lebih dominan didalam komunikasi tersebut.
c. Respon yang tepat. Feedback atau umpan balik yang akan diterima tidak boleh membuat komunikator salah memberikan informasi sehingga komunikan tidak mampu memberikan feedback yang tepat.
d. Nada emosional yang tepat. Keserasian suasana emosi saat komunikasi sedang berlangsung.
c.  Hubungan Peran
Dalam suatu hubungan juga perlu adanya companionate love, passionate love dan intimacy love. Karena apabila kurang salah satu saja di dalam suatu hubungan atau mungkin hanya salah satu di antara ketiganya itu di dalam suatu hubungan maka yang akan terjadi adalah hubungan tersebut tidak akan berjalan dengan langgeng atau awet, justru sebaliknya setiap pasangan tidak merasakan kenyamanan dari pasangannya tersebut sehingga yang terjadi adalah hubungan tersebut bubar dan tidak akan ada lagi harapan untuk membangun hubungan yang harmonis dan langgeng.
       d.  Intimasi dan Hubungan Pribadi
Intimasi dapat diartikan sebagai kedekatan atau keakraban dengan orang lain. Intimasi dalam pengertian yang lebih luas telah banyak dikemukan oleh para ahli, yaitu :
1. Shadily dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan oleh saling percaya dan kekeluargaan. Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain. Kemudian, Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
2. Intimasi menurut Levinger & Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan yang berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara dua individu. Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling mereka, tetapi lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan untuk menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertangung jawab terhadap hal-hal tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
3. Atwater (1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan membuka diri, saling menerima dan menghormati,serta kemampuan untuk merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk,2001).
4. Proses intimasi perlu untuk memasukkan unsur perasaan bersatu dengan orang lain. Kebutuhan untuk bersatu dengan orang lain merupakan pendorong yang sangat kuat bagi individu untuk membentuk suatu hubungan yang kuat, stabil, dekat dan terpelihara dengan baik (Papalia dkk, 2001). Kedekatan perasaan seperti ini dapat menimbulkan suatu hubungan yang erat dimana hubungan ini sebagai lambang dari empati (Parrot dan Parrot, 1999).
e.  Intimasi dan Pertumbuhan
Apapun alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta. Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita. Keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena :
1.Kita tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh.
2. Kita tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan.
3. Kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia.
4. Kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup.
5. Kita memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus.

2. Cinta dan Perkawinan
Cinta
Dari hubungan interpersonal dengan berbagai faktor yang dikemukakan diatas, jika terjadi hubungan yang berkelanjutan maka akan terjadi/terjalin hubungan interpersonal lanjutan yakni cinta. Cinta Menurut Izard (Strongman, 1998) dapat mendatangkan segala jenis emosi, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan sebagai proses lanjutan dari hubungan interpersonal yang terjalin antara dua orang manusia berlawanan jenis.
Stenberg mengemukakan bahwa cinta memiliki tiga dimensi, yaitu hasrat, keintiman, dan komitmen.
      Hasrat, dalam dimensi hasrat menekankan pada intensnya perasaan serta perassan yang muncul dari daya tarik fisik dan daya tarik seksual. Pada jenis cinta ini, seseorang mengalami ketertarikan fisik secara nyata, selalu memikirkan orang yang dicintainya sepanjang waktu, merasa sangat bahagia dan lain-lain.
      Keintiman, dimensi ini tertuju pada kedekatan perasaan antara dua orang dan kekuatan yang mengikat mereka untuk bersama.
      Komitmen/keputusan, dimensi komitmen dimana seseorang berkeputusan untuk tetap bersama dengan seorang pasangan dalam hidupnya.
Pernikahan
Dalam proses hubungan interpersonal yang lanjut dengan adanya cinta untuk mencapai pernikahan bisanya dimensi cinta dihasilkan dari cinta yang berdimensi komitmen/keputusan. Pasangan memiliki hasrat untuk membagi dirinya dalam hubungan yang berlanjut dan hangat. Pernikahan adalah sebuah komitmen yang serius antarpasangan dan biasanya dengan mengadakan pesta pernikahan, berarti secara sosial diakui bahwa saat itu pasangan telah resmi menjadi suami istri. Duvall dan miller (1985) menjelaskan bahwa pernikahan adalah hubungan pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang ditujukan untuk melegalkan hubungan seksual, melegitimasi membesarkan anak, dan membangun pembagian peran di antara sesama pasangan.
Faktor-faktor yang mendukung kepuasan pernikahan adalah adanya komunikasi yang terbuka, ekspresi perasaan secara terbuka, saling percaya, tidak adanya dominasi pasangan, hubungan seksual yang memuaskan, kehidupan sosial, tempat tinggal, penghasilan yang cukup, anak, keyakinan beragama dan hubungan dengan mertua/ipar (Latifah, 2005).
a.  Memilih Pasangan
Banyak orang yang pikirannya terlalu pendek dalam hal memilih pasangan sehingga gagal dalam pernikahannya. Prinsipnya adalah jika hanya berpedoman pada hal-hal yang sifatnya duniawi (kecantikan atau ketampanan dan kekayaan) maka akan sangat sulit dalam menjalani hari-hari berumah tangga nantinya. Karena semua itu hanya bersifat sementara dan sangat mudah berubah. Jika jatuh cinta hanya karena melihat dari segi kecantikan atau ketampanan dan kekayaan, maka cinta tersebut akan sangat mudah berkurang bahkan hilang. Jika memang cinta pada seseorang maka lahirlah ketampanan atau kecantikan, bukan sebaliknya. Masalah fisik, banyak yang berkata bahwa wanita cantik hanya pantas untuk laki-laki tampan, begitu pula sebaliknya. Dan apa yang terjadi ketika teman kita yang mungkin tak begitu cantik mendapatkan suami yang tampan dan juga kaya, maka kita biasanya akan protes. Kita merasa bahwa dirinya tak pantas dan kitalah yang lebih pantas. Dalam memilih pasangan hidup, baik bagi laki-laki maupun perempuan keduanya memiliki hak untuk memilih yang paling tepat sebagai pasangannya. Maka dari itu harus benar-benar diperhitungkan ketika memilih pasangan yang baik.
b.  Hubungan dalam Perkawinan
1.  Romantic Love
Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan. Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis dan penuh cinta.
2.  Dissapointment or Distress
Di tahap ini pasangan suami istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya. Banyak pasangan di tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya.
3.  Knowledge and Awareness
Pasangan suami istri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan ini juga sibuk menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi. Pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.
4.  Transformation
Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.
5.  Real Love
“Anda berdua akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn. Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
c.  Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam Perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak. Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis. Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian. Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.
d.  Perceraian dan Pernikahan Kembali
Apa yang akan mempengaruhi seseorang untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda yang menikah lagi karena tidak memiliki anak dari pernikahan sebelumnya. Faktor pendidikan, pendapatan dan sosial juga bisa menjadi penyebab seseorang untuk menikah lagi. Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena ketampanan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan jika sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
e.  Alternatif selain Pernikahan
Ada beberapa orang yang memutuskan untuk tidak memiliki pasangan. Mungkin mereka beranggapan bahwa ketika kehidupan itu kita jalani dengan pasangan akan terasa sulit karena menemukan berbagai persoalan yang nantinya kemungkinan bisa saja kita hadapi.  Pertunangan merupakan alternatif lain. Melajang adalah salah satu alternatif untuk tidak menikah. Melajang adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya. Akan tetapi hakikatnya menikah itu adalah ibadah. Hidup akan lebih indah melalui segala bentuk kehidupan bersama pasangan. Seseorang yang memutuskan untuk sendiri (single life) bisa saja disebabkan karena traumatik tersendiri yang pernah mereka rasakan sehingga membuatnya untuk tidak berani lagi memulai hidup secara bersama. Pengalaman memang berperan penting dalam kelangsungan hidup seseorang. Pernikahan  bisa mengubahnya menjadi lebih kuat namun tidak sedikit yang lemah karenanya. Membuat seseorang takut memulai, namun juga menimbulkan arti yang mendalam. “Pernikahan yang sukses adalah seperti tenunan dalam beludru kehidupan praktis. Seperti nada harmoni yang dipetik hubungan realistis. Dan pernikahan yang sukses adalah hasil gabungan cinta, penghormatan, kesetiaan, dan sikap saling mendukung”.
 Sumber: